Senin

WONG CERDAS MEMILIH ANGGOTA DEWAN



Ilustrasi dewan
Siapa orangnya yang tidak ngiler dengan profesi sebagai anggota Dewan. Lihat saja buktinya pada masa-masa pemilihan umum legislatif, orang-orang tak segan mengekor kepada sebuah partai politik yang baru dikenalnya hanya karena iming-iming pekerjaan sebagai calon anggota legislatif yang sangat menggiurkan. Gaji yang yang cukup besar dan kantor yang bagus dengan fasilitas yang mewah membuat banyak orang menjadi buta dan gelap mata. Mereka dengan entengnya mengeluarkan uang sebesar 2 miliar atau lebih demi satu kursi di DPR.

Menjadi Gila

Rumah Sakit Jiwa bahkan menyiapkan tempat khusus bagi para calon anggota legeslatif yang tidak terpilih. Bayangkan saja untuk menjadi anggota legeslatif di daerah saja, dibutuhkan minimal 100 juta rupiah
sebagai biaya setoran ke partai dan biaya kampanye. Ketika jumlah partai sangat banyak hingga lebih dari 20-an buah, banyak orang yang menjadi stres setelah mengetahui kalau namanya tidak masuk tersaring menjadi anggota legeslatif.

Bagaimana mau terpilih kalau perahu yang dipilih adalah perahu kecil dan partai yang baru saja berdiri. Kini, jumlah partai untuk sementara ada 15 buah yang baru diklarifikasi boleh mengikuti pemilu 2014. Kalau dari 15 partai itu akan mengambil caleg baru, maka para caleg baru ini adalah darah segar bagi partai.
 
Para caleg baru itu akan digembleng dalam waktu yang tidak terlalu lama agar bisa menjadi juru kampanye dan siapa tahu malah akan terpilih menjadi anggota legeslatif yang terhormat. Padahal apa yang bisa dilakukan oleh para caleg  ini di DPR, belum ada yang tahu. Malah ada artis yang mengundurkan diri dari anggota DPR. Hal ini tentu saja sangat disayangkan. Rakyat yang telah memilih dirinya tentu saja kecewa. Inilah kalau mental belum kuat, duit ada, nama beken, tapi tidak tahu fungsi yang harus dijalankan.

Politik itu bukan sesuatu yang main-main dan hanya mengharapkan balasan materi. Politik itu masalah mengatur negara. Kaitannya sangat luas. Sebagai anggota legislatif, artinya harus tahu bagaimana mengawasi pemerintah, mengawasi kebijakan, membuat undang-undang agar rakyat terlindungi, mengamati kehidupan rakyat dan berpikir apa yang bisa dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan mereka. Kalau tugas dan fungsi DPR saja tidak tahu dan kalau tugas-tugas pemerintah juga tidak tahu, lalu pasti akan kebingungan akan melakukan apa.

Sayangnya, masyarakat belum banyak yang tahu tentang tugas dan kewajiban DPR sehingga yang mereka pilih adalah orang yang mereka anggap terkenal. Nama yang telah dikenal itu belum tentu tahu bagaimana cara bekerja. Bahwa lima tahun itu bukan waktu yang singkat. Banyak program yang harus direalisasikan dan banyak agenda yang harus diselesaikan. Tidak bisa hanya melihat fasilitas yang menghebohkan, kesenangan duniawi yang melenakan. Anggota legeslatif itu harus mampu dan mau bekerja untuk rakyat dan bukannya membodohi rakyat.

Kekecewaan demi kekecewaan sebenarnya telah ditunjukan oleh rakyat dengan tidak ikut memilih. Lihatlah angka golput ini kian tinggi. Harusnya yang golput itu tidak lebih dari 5%. Sekarang angka golput ini malah mengalahkan angka kemenangan calon pemimpin. Itu artinya tingkat ketidakpercayaan sangat tinggi. Untuk itulah kalau Indonesia ini ingin lebih maju lagi, artinya rakyat harus melek politik. Kalau tidak, seperti inilah wajah Indonesia atau mungkin akan lebih parah lagi.

Bangsa ini seolah menyerahkan suatu pekerjaan besar kepada yang bukan ahlinya. Tunggulah kehancurannya. Uang banyak, kerja tak bisa, akhirnya uang habis, rakyat kecewa. Agar tidak seperti ini lagi, pertama, rakyat tidak boleh mengatakan tidak untuk belajar tentang politik. Bukan untuk menjadi anggota legeslatif atau mau menjadi pemimpin semata baru belajar politik. Belajar itu agar tahu dan mau mengerti. Kalau setiap keluarga, orangtua melek politik, diharapkan anak-anaknya melek politik.

Kalau dibutuhkan, maka anak-anak yang telah melek politik ini bisa menjadi pemimpin bangsa kelak. Lihatlah apa yang terjadi saat ini. Selesai suami dengan masa tugasnya, istri ikut mencalonkan diri menjadi pengganti sang suami. Sedangkan suaminya naik menjadi calon pemimpin yang lebih tinggi. Lalu adik suami juga menjadi saingan sang istri. Saudara ipar suami juga mencalonkan diri di daerah yang lain. Belum lagi keponakan yang banyak bertarung pada pemilu untuk calon legislatif. Lalu anaknya pun tidak mau ketinggalan menjadi caleg.

Pemadangan itu bukan sesuatu yang asing. Dua saudara menjadi pemimpin di daerah yang berbeda dalam satu provinsi. Kalau dahulu malah lebih seru lagi. Rapat paripurna itu seperti reuni keluarga. Semua ada di situ. Ayah, ibu, anak, bahkan cucu, keponakan, ipar, saudara jauh, semuanya kumpul. Sudah seperti arisan keluarga pada saat lebaran.

Anggota Dewan

Bagaimana tidak, selain kedudukan yang terhormat di masyarakat, profesi sebagai anggota legislatif memungkinkan Anda bisa keliling daerah bahkan keluar negeri secara gratis dan cuma-cuma. Belum lagi gaji jutaan rupiah ditambah tunjangan lainnya, rumah dinas, mobil dinas dan seterusnya.

Pendek kata, seorang bisa menyulap dirinya menjadi seorang kaya raya dalam masa lima tahun jabatannya. Belum lagi jika ia tak hanya sebagai anggota dewan yang pandai, tapi juga pandai-pandai menyisihkan uang rakyat untuk kepentingan pribadinya alias korupsi. Peluang yang dimiliki untuk menjadi kaya raya, terhormat dan hidup mewah akan semakin terbuka lebar.

Pada saat menjelang pemilihan umum legislatif, kita sering melihat sosok yang tiba-tiba saja muncul berlagak pahlwan. Berjanji akan memperjuangkan aspirasi kita sebagai rakyatnya, tapi sebelum-sebelumnya kita tak pernah melihat kiprahnya di masyarakat. Ada juga calon legislatif yang sok ingin mengayakan pemilihnya dengan sejumlah uang yang tak seberapa. Calon legislatif begini rela menghambur-hamburkan puluhan juta kekayaannya untuk mencalonkan diri sebagai caleg.

Yang menyedihkan apabila usai penghitungan suara diketahui namanya tidak lolos memenuhi kuota, yang tertinggal pada orang seperti ini adalah rasa stres dan kecewa. Bahkan ada beberapa caleg di daerah yang terpaksa harus di bawa ke psikiater dan rumah sakit jiwa. Bukannya terpilih sebagai anggota dewan, yang ada justru ia bergabung di komunitas orang-orang gila.

Tips Memilih Anggota Dewan

Buat kita para rakyat juga tak baik jika terlalu apatis dan cuek terhadap calon-calon anggota dewan tersebut. Bagaimana pun kita tetap harus menjalankan kewajiban kita untuk memilih pemimpin. Persoalannya adalah bagaimanakah mengetahui dan memilih calon pemimpin yang baik untuk kita? Berikut tips untuk memilih calon anggota dewan yang baik, antara lain:

1.  Jangan pilih caleg karena uangnya
Kadang-kadang orang mencalonkan diri sebagai anggota dewan akan mengikuti gaya berbisnis. Mengeluarkan modal terlebih dahulu selanjutnya berupaya mengembalikan modal tersebut dan kalau bisa juga dengan meraih keuntungan yang besar. Inilah yang jadi persoalan.

Caleg-caleg partai politik yang memberlakukan prinsip bisnis dalam pencalonan dirinya sangat merangsang pelestarian budaya korupsi di kalangan instansi dan pejabat pemerintahan. Bagaimanapun bentuk-bentuk politik uang seperti serangan fajar adalah bagian yang dilarang dalam perundang-undangan. Namun sudah menjadi rahasia umum, salah satu faktor penentu kemenangan seorang calon tak lain karena faktor modal yang dimiliki dan dikeluarkan.

2.  Jangan pilih caleg yang gagal mengurus keluarga dan rumah tangga
Tahukah Anda, keluarga adalah salah satu wujud organisasi terkecil yang mencerminkan kepemimpinan seseorang. Sebelum ia berangkat mengurusi masyarakat dan negara, yang pertama kali akan ia urus tentulah keluarganya.

Jangan pernah pilih caleg yang terbukti menyia-nyiakan keluarganya, memberi nafkah keluarganya dengan cara-cara yang tak benar, atau bahkan sampai menyakiti keluarganya sendiri secara hati dan fisik. Pilihlah calon anggota dewan yang memiliki keharmonisan dalam berumah tangga. Anak dan istri yang ditinggal selalu rindu dan menyenangi dirinya.

3.  Jangan pilih caleg yang jauh dari nilai-nilai agamanya
Bagaimanapun agama merupakan norma tidak tertulis yang mengikat seseorang untuk berlaku tak baik dan tak pantas. Seseorang yang memiliki nilai-nilai keagamaan yang kuat, ia akan memiliki rem pribadi yang akan menghentikannya saat berbuat sesuatu hal yang menyalahi aturan. Persoalannya adalah kejelian Anda menilai sejauh manakah aplikasi nilai-nilai agama pada kehidupan calon yang akan Anda pilih tersebut. (KENT)

Tidak ada komentar: